KANDANG MENJANGAN KARTASURA SOLO

 

ALAMAT

Jalan Raya Jogja – Solo, Kartasura

 

FUNGSI BANGUNAN:

Sebelum Peristiwa 1965:  

Menurut rencana semula, Ksatrian Kandang Menjangan Kartasura Solo dibangun untuk markas Batalyon Artileri Angkatan Darat Magelang.

 

Saat Peristiwa 1965:

Belum diketahui alasannya, Ksatrian Kandang Menjangan yang semula akan diperuntukkan bagi Batalyon Artileri Angkatan Darat Magelang, justru ditempati oleh Batalyon RPKAD. RPKAD menggunakan tempat ini untuk menangkap dan menahan mereka yang dicurigai sebagai anggota PKI. Dalam operasi penumpasan PKI, Ksatrian Kandang Menjangan menjadi sangat strategis karena letaknya di simpang tiga jalan raya Kartasura-Klaten, Kartasura-Solo, dan Kartasura-Boyolali. Klaten, Solo, dan Boyolali merupakan merupakan kota-kota ÔmerahÕ di Jawa Tengah.

 

Sekarang

Ksatrian Kandang Menjangan menjadi markas Kopassus (dulu RPKAD) Grup 2 dan namanya berubah menjadi Ksatrian Slamet Riyadi.

 

PENGUASA TEMPAT PENAHANAN

Penguasa Ksatrian Kandang Menjangan adalah RPKAD. Diketahui nama dua perwira, yaitu Daryono dan Dawood. RPKAD menempatkan satu kompi pasukannya di Solo selama periode 22 Oktober hingga sekitar Desember 1965.

 

TAPOL

Tapol yang ditangkap dan ditahan di Ksatrian Kandang Menjangan umumnya berasal dari daerah sekitar Kandang Menjangan atau daerah yang masuk dalam eks Karesidenan Surakarta. Pada umumnya, tapol-tapol tersebut dianggap tokoh-tokoh penting Surakarta, diantaranya Oetomo Ramelan, Walikota Solo. Tapol lain yang diketahui pernah ditahan di tempat ini adalah Supeno, anggota PGTI (Persatuan Guru Teknik Indonesia) sekaligus salah satu pimpinan Pemuda Rakyat Jawa Tengah, dan  Sarbini, karyawan Toko Buku Alam Baru. Kandang Menjangan merupakan tempat untuk melakukan interogasi pertama. Para tapol kemudian dipilah dan dipindah ke kamp-kamp tahanan lain. Oetomo Ramelan dan Supeno, misalnya, kemudian dipindah ke LP Surakarta. Kandang Menjangan dianggap sebagai tempat penahanan dan interogasi yang paling menakutkan bagi para tapol karena langsung berada di bawah kekuasaan pasukan RPKAD.

 

Supeno adalah guru sebuah sekolah teknik di Solo. Selain aktif sebagai pengurus PGTI cabang Solo, ia adalah anggota pleno DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Pemuda Rakyat  Jawa Tengah [1] . Ia ditangkap pada November 1965 dan langsung ditahan di Kandang Menjangan. Demikian tuturannya:

 

            É pada saat itu saya di Persatuan Guru Teknik Indonesia itu memang pemimpin. Pemimpin di pusat, ini banyak yang terlibat, atau banyak yang ditangkap oleh pemerintah. Ha seterusnya pemerintah mengambil sikap: Seluruh Persatuan Guru Teknik se-Indonesia ini pengurusnya ditangkapi semua. Sehingga termasuk saya, saya juga ditangkap. É Saya ditangkap di kantor sekolah. É Pada saat itu oleh kodim. .... Soal surat perintah penangkapan saya tidak diberi tunjuk. Saya kira juga tidak ada itu mungkin. Sebab saya tidak tahu. ... Setelah ditangkap saya dibawa ke Markas RPKAD [2] .

 

Di dalam tahanan, Supeno dan para tahanan lain mengalami penyiksaan: Di sana setiap kali ada tentara lewat dekat saya, dan kawan-kawan tawanan lainnya, tidak ada yang tangan atau kakinya tidak singgah di tubuh kami [3] . Metode penyiksaan yang diterapkan dalam proses interogasi ada beberapa macam: ... ada dipukul di kepala, dipukul di badan, sehingga sampai pada kaki, sekujur tubuh itu sakit semua. ... ada yang dipakai potlot jarinya itu diapa namanya ya? É kalau dalam bahasa digunyir (diremas) gitu lho – jari diginyir dengan potlot sehingga orangnya kesakitan. Betapapun disiksa, Supeno bersikeras untuk menolak mengakui aktivitasnya dalam Pemuda Rakyat, apalagi mengakui tuduhan yang mengada-ada:

 

Di dalam pemeriksaan saya tidak mengakui sebagai Pemuda Rakyat. Saya bersikukuh terus dengan PGTI. Bukannya karena pengecut, tapi sebaliknya karena perasaan sebagai pejuang. Pejuang, pikir saya, tidak boleh mati konyol. Selagi melawan musuh Belanda berkali-kali lolos dari maut, apakah sekarang harus mati di tangan bangsa sendiri? Tidak! Karena itu, tuduhan saya PKI, saya menyimpan senjata, PGTI organisasi mantel PKI, semuanya saya tolak [4] .

 

Cek juga wawancara dengan putra sulung Ibu Kustinah Sunaryo, wawancara dengan Pak Bronto (batik alus).

 

TINDAK PELANGGARAN HAM

I.               Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang

 

II.             Penyiksaan di dalam tahanan

1.     Kekerasan di luar proses interogasi (dipukul, ditendang)

2.     Kekerasan saat proses interogasi (dipukul di seluruh bagian tubuh, sela-sela jari diberi pulpen kemudian jari diremas kuat-kuat).

 

 

Sumber

1.     Setiawan, Hersri, Kidung untuk Korban, Dari Tutur Sepuluh Narasumber Eks-Tapol Sala (Sala: Pustaka Pelajar kerjasama dengan Pakorba-Sala dan YSIK, Juli 2006)

2.     FGD dengan Bapak-bapak, 21 Mei 2007

 

 

Wawancara:

Supeno, Solo, ?

 

<< KEMBALI

 
 

[1] Hersri Setiawan, Kidung untuk Korban, Dari Tutur Sepuluh Narasumber Eks-Tapol Sala (Sala: Pustaka Pelajar kerjasama dengan Pakorba-Sala dan YSIK, Juli 2006), hal. 282.

[2] Wawancara Supeno, Solo, ?

[3] Hersri Setiawan, op. cit. (Juli 2006), hal. 283.

[4] Hersri Setiawan, op. cit. (Juli 2006), hal. 283.